Genjer-genjer adalah lagu populer dengan bahasa Osing (bahasa daerah Banyuwangi) yang diciptakan oleh Muhammad Arief pada tahun 1942. Muhammad Arief sendiri adalah seorang seniman agklung dari Banyuwangi. Berdasarkan salah satu sumber menyebutkan bahwa lagu Genjer-genjer ini diangkat dari lagu dolanan yang berjudul “Tong Alak Gentak”. Lagu rakyat yang hidup di Banyuwangi itu, kemudian diberi syair baru . Syair lagu Genjer-Genjer dimaksudkan sebagai sindiran atas masa pendudukan Jepang di Indonesia. Pada saat itu, kondisi rakyat semakin sesangsara dibanding sebelumnya. Sebenarnya Genjer (Limnocharis flava) merupakan tanaman gulma yang tumbuh di rawa - rawa dan hanya untuk komsumsi itik, namun karena tekanan pada zaman tersebut tanaman genjer menjadi santapan lezat sebagai pengganti daging. Lagu genjer - genjer adalah lagu yang sarat akan kritik sosial, menyidir penguasa dan alat perjuangan.
Pada masa setelah merdeka, lagu ini menjadi terkenal dan banyak di cover / dinyanyikan oleh musisi waktu itu seperti Lilis Suryani, Bing Slamet, dan Emake Thole.
Namun sayang pada masa 1959 - 1966 ( Masa Demokrasi Terpimpin), Partai Komunis Indonesia (PKI) menggunakan lagu ini untuk kampanye besar besaran. Lagu ini, mengambarkan penderitaan warga desa dan dimanfaatkan sebagai salah satu lagu propaganda yang disukai dan dinyanyikan pada berbagi kesempatan. Akibatnya orang mulai mengasosiasikan lahu ini sebagai lagu PKI.
Peristiwa Gerakan 30 September pada tahun 1965 yang melibatkan PKI membuat rezim Orde Baru yang anti-komunisme melarang disebarluaskannya lagu ini.
Dalam serangkaian peristiwa tragedi pembantaian komunis tahun 1965 - 1966 di Indonesia, Muhammad Arief, pencipta lagu "Genjer-genjer" meninggal dibunuh akibat dianggap terlibat dalam organisasi massa onderbouw PKI.
Setelah berakhirnya rezim Orde Baru pada tahun 1998, larangan penyebarluasan lagu "Genjer-genjer" secara formal telah berakhir. Lagu "Genjer-genjer" mulai beredar secara bebas melalui media internet. Walaupun telah diperbolehkan, masih terjadi beberapa kasus yang melibatkan stigmatisasi lagu ini, seperti terjadinya demo sekelompok orang terhadap suatu stasiun radio di Solo akibat mengudarakan lagu tersebut.
Kurang lebih seperti ini lirik asli dalam bahasa Osing :
Pada masa setelah merdeka, lagu ini menjadi terkenal dan banyak di cover / dinyanyikan oleh musisi waktu itu seperti Lilis Suryani, Bing Slamet, dan Emake Thole.
Namun sayang pada masa 1959 - 1966 ( Masa Demokrasi Terpimpin), Partai Komunis Indonesia (PKI) menggunakan lagu ini untuk kampanye besar besaran. Lagu ini, mengambarkan penderitaan warga desa dan dimanfaatkan sebagai salah satu lagu propaganda yang disukai dan dinyanyikan pada berbagi kesempatan. Akibatnya orang mulai mengasosiasikan lahu ini sebagai lagu PKI.
Peristiwa Gerakan 30 September pada tahun 1965 yang melibatkan PKI membuat rezim Orde Baru yang anti-komunisme melarang disebarluaskannya lagu ini.
Dalam serangkaian peristiwa tragedi pembantaian komunis tahun 1965 - 1966 di Indonesia, Muhammad Arief, pencipta lagu "Genjer-genjer" meninggal dibunuh akibat dianggap terlibat dalam organisasi massa onderbouw PKI.
Setelah berakhirnya rezim Orde Baru pada tahun 1998, larangan penyebarluasan lagu "Genjer-genjer" secara formal telah berakhir. Lagu "Genjer-genjer" mulai beredar secara bebas melalui media internet. Walaupun telah diperbolehkan, masih terjadi beberapa kasus yang melibatkan stigmatisasi lagu ini, seperti terjadinya demo sekelompok orang terhadap suatu stasiun radio di Solo akibat mengudarakan lagu tersebut.
Kurang lebih seperti ini lirik asli dalam bahasa Osing :
aswanudin